Kringg Kringg Kringg....
Jam bekerku berdering membangunkanku. Kubuka mataku perlahan, lalu
kusingkap selimut yang menghangatkanku. “Hoahmm...”. Kumulai aktifitas rutinku,
mandi pagi. Cukup lama aku di kamar mandi, menikmati hangatnya air sambil
bernyanyi riang J.
Aku menatap diriku di cermin sambil menyapukan bedak tipis di
wajahku. Lalu memakai jilbab seragam berwarna abu-abu untuk hari ini. Aku
menuruni tangga menuju ruang makan sambil membawa tasku, dan duduk untuk
sarapan bersama keluargaku. Sebenarnya bukan keluarga kandungku, aku tinggal di
sini bersama suatu keluarga untuk melanjutkan sekolahku. Memang aku yang
memutuskan untuk melanjutkan sekolah di sini. Orang tuaku pun tidak
melarangnya, malah mendukungku supaya aku dapat banyak pelajaran tinggal di
negeri orang yang Muslimnya bukan mayoritas. Kira-kira aku ada di negara apa
ya? J J
“Selamat pagi Pa, Ma. Juga Fahad.” sapaku pagi itu kepada orang
tuaku dan seorang anak laki-laki mereka. “Selamat pagi, sayang.” jawab Mama
dengan senyum mengembang. Papa hanya membalas sapaanku dengan senyum lalu
melanjutkan membaca koran paginya. Fahad juga hanya tersenyum membalas sapaanku.
Orang tua angkatku mempunyai seorang anak laki-laki yang umurnya 2 tahun di
atasku. Dia aku anggap sebagai kakakku sendiri, sebenarnya aku juga mengharapkan
seorang kakak di keluargaku, tapi itu tidak mungkin sebab aku anak pertama di
keluargaku. Tetapi di sini aku mempunyai seorang kakak yang aku idam-idamkan.
Kami berempat memulai sarapan dengan menu yang sudah Mama masakkan
untuk kami. Setelah sarapanku habis aku pamit kepada Mama dan Papa untuk
berangkat sekolah. “Papa, Mama, aku berangkat dulu sekolah dulu ya.
Assalamualaikum.” pamitku kepada orang tuaku dan aku mengecup tangan mamaku. “Aku
juga berangkat ya Pa, Ma...” pamit Fahad juga. Sebenarnya, saat pertama kali
aku diantar Papa kandungku untuk tinggal di sini, aku merasa tidak nyaman untuk
tinggal dengan keluarga yang baru bagiku. Dan juga keluarga ini mempunyai
seorang anak yang otomatis akan menjadi saudaraku juga. Aku harus beradaptasi
dengan suasana baru serta orang-orang yang baru juga. Tapi, ya begitulah,
seiring berjalannya waktu aku bisa bergaul dengan mereka hingga saat ini. J
Aku berangkat ke sekolah menggunakan bus. Biasanya aku berangkat
bersama Fahad karena memang sekolah kami sama. Dia kelas 3, dan aku masih kelas
1. Tapi kami juga harus menjaga pergaulan kami satu sama lain, karena kami
bukan mahram walaupun saudara angkat. Setelah keluar dari apartemen, aku dan
Fahad berjalan ke halte bus yang ada di dekat apartemen kami. Butuh waktu
sekitar 15 menit untuk sampai di halte bus dekat sekolah kami berada. Aku dan
Fahad mengobrol tentang apa saja yang menurut kami menarik.
Sampai di sekolah aku menuju kelasku dan duduk di tempatku. “Good morning...”. “Oh, good morning, dev...”
balasku kepada sahabatku. “Eh, kamu udah ngerjakan pr fisika?”. “Ya udah dong,
susaaah banget. Aku jawab sebisaku.”. “Ah, masa’ susah sih? Gampang kok.”. “Ya
kan itu menurutmu, dev... Menang olimpiade se-Singapore aja sombong!” jawabku
sok marah. “Yaiyalah, aku harus bangga donk!” jawabnya dengan berlagak sombong.
“Duh, sombong banget sih! Males ngomong sama kamu!”. “Hahahaha, wajahmu lucu
kalo lagi marah, tambah imut deh!” godanya sambil mencubit pipiku. “Aaaa...
Makasih, kamu lebih... Lagian aku juga nggak marah beneran kok.” jawabku.
“Hahaha, dipuji dikit aja langsung nge-fly.
Awas kalo jatuh sakit lo. Sakiiit banget. Sakitnya tuh di sini.”. “Hahahaha,
ada-ada aja deh si Devgan”. Sahabatku yang satu ini emang pinter. Pinter buat
aku ketawa dan pinter juga di bidang pelajaran. Bel berbunyi saat aku bercanda
dengan Devgan. Aku segera merapikan posisi dudukku dan menunggu guru datang.
Saat istirahat, aku pergi ke kantin sekolah bersama Devgan dan
salah satu sahabatku juga yang bernama Aisyah. Aisyah memang jarang kumpul
bersamaku dan Devgan, dia lebih seing mengobrol dengan teman yang lain. Aku
merasa dia berubah sejak dekat dengan seseorang. Dia jadi tidak malu
dekat-dekat dengan lawan jenis, padahal dulu ia selalu menjaga jarak dengan
lawan jenis, melebihi aku. Lalu dia sering share foto-foto narsisnya di social
media. Dulu dia sangat menjaga wajahnya, selalu memakai cadar saat berfoto yang
akan di-share. Sebenarnya, dia seorang anak dari mubaligh, abinya bekerja
menjadi da’i yang juga mempunyai sebuah pondok pesantren istilahnya. Aku dan
Devgan sudah berusaha memberi tau dia, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan
saat kami membicarakan itu. Ya sudahlah, apa mau dia, tapi sebagai sahabat aku
harus bisa membantunya berubah seperti dulu lagi...
“Isy, kamu ganti foto profil ya...” tanyaku. “Oh, iya, bagus kan.
Aku pake Camera 360 lo...” jawabnya dengan semangat. “Tapi nggak biasanya kamu
nge-share foto yang narsis. Biasanya hanya kamu simpan di laptop kamu.” Devgan
membalas. “Ya nggak papa donk, sekali-sekali. Oh iya, kalian tau nggak kakak
kelas kita yang namanya Rangga? Dia sms aku, tapi dia tau nomor ponselku dari
mana ya. Kayaknya dia dikasih deh.” cerita Aisyah kepada kami pagi itu. “Ciee
ciee... Eh, emang sama umimu boleh sms sama laki-laki?” tanyaku. “Ya nggak
boleh pastinya. Aku sembunyikan hpnya.” jawabnya sambil tertawa yang meletakkan
telunjuknya di bibirnya.
‘Apa ini cobaan untuk kami bertiga, Ya Allah? Cobaan untuk hubungan
persahabatan kami? Aku merasa kasihan terhadap Aisyah, aku harus bisa merubah
Aisyah menjadi seperti dulu lagi. Beri aku petunjuk-Mu, Ya Allah...’ batinku. Esoknya,
tiba-tiba Aisyah datang dengan muka sembab. “Kamu kenapa, isy?” tanyaku
khawatir. Aku kira dia sedang ada masalah dengan keluarganya, ternyata setelah
dia cerita, ad sangkut-pautnya dengan si Rangga itu. Saat hari Sabtu kemarin,
Aisyah dengan teman-teman yang lain kecuali aku dan Devgan berjanji akan makan
di sebuah tempat makan. Aku sempat heran, tumben-tumbennya Aisyah mau diajak
janjian dengan teman-teman, tapi ya sudahlah itu urusan dia. Dia tidak tau jika
teman-temannya itu juga mengajak laki-laki, dan ternyata salah satunya Rangga.
Saat sudah selesai, tiba-tiba Aisyah ditinggal oleh semua teman-temannya.
Tinggal dia dan Rangga saja di tempat tersebut. Nggak tau bagaimana Rangga
menawari Aisyah untuk mengantarkannya pulang. Aisyah juga tidak tau mengapa ia
mengiyakan ajakan Rangga. Setelah sampai di depan rumahnya, ternyata uminya
sedang menyiram tanaman di depan rumah, uminya kaget melihat Aisyah dibonceng
seorang laki-laki. Setelah Aisyah turun dari motor sport Rangga, Rangga
langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Umi Aisyah langsung memarahi Aisyah
hingga dia menangis. Aisyah bercerita itu kepadaku, aku terkaget-kaget
mendengar ceritanya. Mengapa Aisyah dengan mudahnya menerima ajakan Rangga?
Pantas jika Uminya memarahinya hingga dia menangis. ‘Ya Allah, apa ini petunjuk
yang Engkau berikan?’. Sejak saat itu dia lebih berhati-hati terhadap lawan
jenis. Dia tidak lagi menggubris Rangga. Persahabatan kami juga semakin erat,
hingga kami akan lulus dari sekolah kami. Aku akan kembali ke tanah airku.
Sedangkan kedua sahabatku akan melanjutkan kuliah ke luar negeri. ‘Ya Allah,
terima kasih atas pengalaman yang Engkau berikan padaku. Terima kasih juga
telah memberiku sahabat yang setia.’. Aku juga berterima kasih kepada kedua
orang tuaku juga Fahad yang menjadi teman cuhatku. JJJ