Jumat, 10 Oktober 2014

My Short Story

Kringg Kringg Kringg....
Jam bekerku berdering membangunkanku. Kubuka mataku perlahan, lalu kusingkap selimut yang menghangatkanku. “Hoahmm...”. Kumulai aktifitas rutinku, mandi pagi. Cukup lama aku di kamar mandi, menikmati hangatnya air sambil bernyanyi riang J.
Aku menatap diriku di cermin sambil menyapukan bedak tipis di wajahku. Lalu memakai jilbab seragam berwarna abu-abu untuk hari ini. Aku menuruni tangga menuju ruang makan sambil membawa tasku, dan duduk untuk sarapan bersama keluargaku. Sebenarnya bukan keluarga kandungku, aku tinggal di sini bersama suatu keluarga untuk melanjutkan sekolahku. Memang aku yang memutuskan untuk melanjutkan sekolah di sini. Orang tuaku pun tidak melarangnya, malah mendukungku supaya aku dapat banyak pelajaran tinggal di negeri orang yang Muslimnya bukan mayoritas. Kira-kira aku ada di negara apa ya? J J
“Selamat pagi Pa, Ma. Juga Fahad.” sapaku pagi itu kepada orang tuaku dan seorang anak laki-laki mereka. “Selamat pagi, sayang.” jawab Mama dengan senyum mengembang. Papa hanya membalas sapaanku dengan senyum lalu melanjutkan membaca koran paginya. Fahad juga hanya tersenyum membalas sapaanku. Orang tua angkatku mempunyai seorang anak laki-laki yang umurnya 2 tahun di atasku. Dia aku anggap sebagai kakakku sendiri, sebenarnya aku juga mengharapkan seorang kakak di keluargaku, tapi itu tidak mungkin sebab aku anak pertama di keluargaku. Tetapi di sini aku mempunyai seorang kakak yang aku idam-idamkan.
Kami berempat memulai sarapan dengan menu yang sudah Mama masakkan untuk kami. Setelah sarapanku habis aku pamit kepada Mama dan Papa untuk berangkat sekolah. “Papa, Mama, aku berangkat dulu sekolah dulu ya. Assalamualaikum.” pamitku kepada orang tuaku dan aku mengecup tangan mamaku. “Aku juga berangkat ya Pa, Ma...” pamit Fahad juga. Sebenarnya, saat pertama kali aku diantar Papa kandungku untuk tinggal di sini, aku merasa tidak nyaman untuk tinggal dengan keluarga yang baru bagiku. Dan juga keluarga ini mempunyai seorang anak yang otomatis akan menjadi saudaraku juga. Aku harus beradaptasi dengan suasana baru serta orang-orang yang baru juga. Tapi, ya begitulah, seiring berjalannya waktu aku bisa bergaul dengan mereka hingga saat ini. J
Aku berangkat ke sekolah menggunakan bus. Biasanya aku berangkat bersama Fahad karena memang sekolah kami sama. Dia kelas 3, dan aku masih kelas 1. Tapi kami juga harus menjaga pergaulan kami satu sama lain, karena kami bukan mahram walaupun saudara angkat. Setelah keluar dari apartemen, aku dan Fahad berjalan ke halte bus yang ada di dekat apartemen kami. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai di halte bus dekat sekolah kami berada. Aku dan Fahad mengobrol tentang apa saja yang menurut kami menarik.
Sampai di sekolah aku menuju kelasku dan duduk di tempatku.  “Good morning...”. “Oh, good morning, dev...” balasku kepada sahabatku. “Eh, kamu udah ngerjakan pr fisika?”. “Ya udah dong, susaaah banget. Aku jawab sebisaku.”. “Ah, masa’ susah sih? Gampang kok.”. “Ya kan itu menurutmu, dev... Menang olimpiade se-Singapore aja sombong!” jawabku sok marah. “Yaiyalah, aku harus bangga donk!” jawabnya dengan berlagak sombong. “Duh, sombong banget sih! Males ngomong sama kamu!”. “Hahahaha, wajahmu lucu kalo lagi marah, tambah imut deh!” godanya sambil mencubit pipiku. “Aaaa... Makasih, kamu lebih... Lagian aku juga nggak marah beneran kok.” jawabku. “Hahaha, dipuji dikit aja langsung  nge-fly. Awas kalo jatuh sakit lo. Sakiiit banget. Sakitnya tuh di sini.”. “Hahahaha, ada-ada aja deh si Devgan”. Sahabatku yang satu ini emang pinter. Pinter buat aku ketawa dan pinter juga di bidang pelajaran. Bel berbunyi saat aku bercanda dengan Devgan. Aku segera merapikan posisi dudukku dan menunggu guru datang.
Saat istirahat, aku pergi ke kantin sekolah bersama Devgan dan salah satu sahabatku juga yang bernama Aisyah. Aisyah memang jarang kumpul bersamaku dan Devgan, dia lebih seing mengobrol dengan teman yang lain. Aku merasa dia berubah sejak dekat dengan seseorang. Dia jadi tidak malu dekat-dekat dengan lawan jenis, padahal dulu ia selalu menjaga jarak dengan lawan jenis, melebihi aku. Lalu dia sering share foto-foto narsisnya di social media. Dulu dia sangat menjaga wajahnya, selalu memakai cadar saat berfoto yang akan di-share. Sebenarnya, dia seorang anak dari mubaligh, abinya bekerja menjadi da’i yang juga mempunyai sebuah pondok pesantren istilahnya. Aku dan Devgan sudah berusaha memberi tau dia, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan saat kami membicarakan itu. Ya sudahlah, apa mau dia, tapi sebagai sahabat aku harus bisa membantunya berubah seperti dulu lagi...
“Isy, kamu ganti foto profil ya...” tanyaku. “Oh, iya, bagus kan. Aku pake Camera 360 lo...” jawabnya dengan semangat. “Tapi nggak biasanya kamu nge-share foto yang narsis. Biasanya hanya kamu simpan di laptop kamu.” Devgan membalas. “Ya nggak papa donk, sekali-sekali. Oh iya, kalian tau nggak kakak kelas kita yang namanya Rangga? Dia sms aku, tapi dia tau nomor ponselku dari mana ya. Kayaknya dia dikasih deh.” cerita Aisyah kepada kami pagi itu. “Ciee ciee... Eh, emang sama umimu boleh sms sama laki-laki?” tanyaku. “Ya nggak boleh pastinya. Aku sembunyikan hpnya.” jawabnya sambil tertawa yang meletakkan telunjuknya di bibirnya.

‘Apa ini cobaan untuk kami bertiga, Ya Allah? Cobaan untuk hubungan persahabatan kami? Aku merasa kasihan terhadap Aisyah, aku harus bisa merubah Aisyah menjadi seperti dulu lagi. Beri aku petunjuk-Mu, Ya Allah...’ batinku. Esoknya, tiba-tiba Aisyah datang dengan muka sembab. “Kamu kenapa, isy?” tanyaku khawatir. Aku kira dia sedang ada masalah dengan keluarganya, ternyata setelah dia cerita, ad sangkut-pautnya dengan si Rangga itu. Saat hari Sabtu kemarin, Aisyah dengan teman-teman yang lain kecuali aku dan Devgan berjanji akan makan di sebuah tempat makan. Aku sempat heran, tumben-tumbennya Aisyah mau diajak janjian dengan teman-teman, tapi ya sudahlah itu urusan dia. Dia tidak tau jika teman-temannya itu juga mengajak laki-laki, dan ternyata salah satunya Rangga. Saat sudah selesai, tiba-tiba Aisyah ditinggal oleh semua teman-temannya. Tinggal dia dan Rangga saja di tempat tersebut. Nggak tau bagaimana Rangga menawari Aisyah untuk mengantarkannya pulang. Aisyah juga tidak tau mengapa ia mengiyakan ajakan Rangga. Setelah sampai di depan rumahnya, ternyata uminya sedang menyiram tanaman di depan rumah, uminya kaget melihat Aisyah dibonceng seorang laki-laki. Setelah Aisyah turun dari motor sport Rangga, Rangga langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Umi Aisyah langsung memarahi Aisyah hingga dia menangis. Aisyah bercerita itu kepadaku, aku terkaget-kaget mendengar ceritanya. Mengapa Aisyah dengan mudahnya menerima ajakan Rangga? Pantas jika Uminya memarahinya hingga dia menangis. ‘Ya Allah, apa ini petunjuk yang Engkau berikan?’. Sejak saat itu dia lebih berhati-hati terhadap lawan jenis. Dia tidak lagi menggubris Rangga. Persahabatan kami juga semakin erat, hingga kami akan lulus dari sekolah kami. Aku akan kembali ke tanah airku. Sedangkan kedua sahabatku akan melanjutkan kuliah ke luar negeri. ‘Ya Allah, terima kasih atas pengalaman yang Engkau berikan padaku. Terima kasih juga telah memberiku sahabat yang setia.’. Aku juga berterima kasih kepada kedua orang tuaku juga Fahad yang menjadi teman cuhatku. JJJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar